Selasa, 03 Maret 2015

NASIONALISME DALAM NOVEL DAUN-DAUN RINDU KARYA DUL ABDUL RAHMAN



NASIONALISME DALAM NOVEL DAUN-DAUN RINDU
KARYA DUL ABDUL RAHMAN

Uci Novita Sari1

Hasnul Fikri2

Syofiani2

1.      Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
2.      Dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Bung Hatta Padang
E-mail: Uccynovita15@gmail.com
ABSTRACT

This research aims to describe nationalism and value form in Daun-daun Rindu novel by Dul Abdul Rahman. The writter used theory syested by Elfiondri (2007) about literature of nationalism, and by Taufik (2010) and Wuryandari (2010) about nationalism. This research used qualitative approach with descriptive method. This data are collecting any underline the form and value of nationalism in the novel. The data of this research is analyzed based on form and nationalism value. The result of this research show that it has fourty of nationalism data, consist of value (1), believe of the Almighty God 6 data, (2 ) loyalty 3 data, (3) holding hands 1 data, (4) social balance 10 data, (5) keep of suffering 2 data, (6) good attitude 12 data, (7) the glory of the older 4 data, (8) character 2 data. Based on nationalism form found (1) nationality of nationalism 19 data, (2) ethnic of nationalism 5 data, (3) romantic of nationalism 2 data, (9) culture of nationalism 5 data, (5) national matter of nationalism 2 data, (6) the religion of nationalism 2 data, meanwhile value of holding hand and used Indonesia with good grammar and pronounciation did not found. In generally, the writer has a conclution that the dominant form of nationalism than the aspect of value is social balance and good attitude. Meanwhile form aspect are nationality of nationalism, and national matter.
Keywords: nationalism, the value of nationalism, nationalism

A. Latar Belakang Masalah
Secara umum sastra merupakan ilmu yang menunjukkan keistimewaan, barangkali juga keanehan yang mungkin tidak dapat dilihat pada banyak cabang ilmu pengetahuan lain yaitu objek utama penelitiannya tidak tentu, bahkan tidak karuan. Ilmu sastra melingkupi bidang yang luas. Teori sastra mencakup sejarah sastra dan kritik sastra. Teori sastra adalah bagian ilmu sastra yang membicarakan pengertian-pengertian dasar sastra, unsur-unsur yang membangun karya sastra dan perkembangan, serta kerangka pemikiran para pakar tentang apa yang mereka namakan sastra. Sejarah ialah bagian ilmu sastra yang memperlihatkan perkembangan karya sastra, tokoh-tokohnya, dan ciri-ciri dari setiap tahap perkembangan tersebut (Ahadiat, 2007: 1).

Lewat medium bahasa, karya sastra berbicara mengenai manusia dan kemanusiaan, sedangkan manusia tidak lepas dari keberadaannya sebagai makhluk sosial dan budaya. Hal ini dapat disimpulkan dengan pendapat, Wellek dan Warren (1992: 102) yang mengatakan bahwa sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan itu sebagian besar terdiri dari atas kenyataan sosial, sehingga novel, sebagai salah satu bentuk karya sastra, dapat dijadikan sebagai bahan perenungan untuk mencari nilai-nilai kehidupan, pendidikan, serta pesan moral. Diharapkan isi novel dapat memunculkan pemikiran-pemikiran yang positif bagi pembacanya dan peka terhadap masalah-masalah yang timbul dan berkaitan dengan kehidupan sosial dan budaya.

Sebuah karya sastra bersumber dari kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat (realitas objektif).Akan tetapi, karya sastra bukanlah hanya mengungkapkan realitas objektif itu saja. Di dalamnya, diungkapkan pula nilai-nilai yang lebih agung dari sekadar realitas objek itu (Ahadiat, 2007:25). Sepanjang sejarah kehidupan manusia, karya sastra akan terus berkembang sesuai perkembangan zaman. Dalam karya sastra, manusia dan segala permasalahan yang dialaminya menjadi objek penciptaan sebuah karya sastra itu sendiri, yang salah satunya adalah novel.

Novel adalah cerminan kehidupan masyarakat. Sesuai pendapat Abrams yang diperjelas oleh Ahadiat (2007: 25), novel merupakan pengungkapan dari fragmen kehidupan manusia (dalam jangka waktu yang lebih panjang) di mana terjadi konflik-konflik yang akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan jalan hidup antara para pelakunya. Di dalam novel juga diungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang.

Novel selain mengandung nilai-nilai juga mengungkapkan suasana kehidupan yang kompleks, menyangkut segala sesuatu tentang kehidupan manusia dan disajikan dalam bahasa yang halus. Dalam artian, penyampaiannya tidak menyinggung perasaan orang lain tetapi dapat menyentuh perasaan pembaca.

Di dalam novel, pengarang memperlihatkan konflik-konflik tentang kehidupan manusia. Konflik itu bersumber dari kenyataan-kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia, misalnya tentang perjuangan, percintaan dan kebencian. Konflik-konflik yang ditampilkan ke dalam sebuah karya sastra lebih dahulu dipilih atau diseleksi secara kreatif dan kemudian dikembangkan berdasarkan imajinasi ke dalam bentuk tulisan. Salah satu masalah yang diangkat dalam novel adalah masalah nasionalisme.Salah satu novel yang mencerminkan adanya nasionalisme tersebut adalah Daun-daun Rindu karya Dul Abdul Rahman.

Dul Abdul Rahman lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Dia Menyelesaikan pendidikan S2-nya pada Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, Makasar. Ia adalah seorang pekerja sastra budaya yang produktif. Ratusan tulisannya berupa puisi, cerpen, esai, artikel budaya dan kritik karya sastra telah tersebar di berbagai media cetak baik lokal maupun nasional. Karya-karyanya juga termuat pada berbagai cybersastra (online). Kumpulan cerpennya yang sudah terbit berjudul “Lebaran Kali Ini Hujan Turun”, sedangkan novelnya berjudul Pohon-Pohon Rindu (Diva Press Jogja 2009), Daun-Daun Rindu (Diva Press Jogja 2010), Perempuan Poppo (Ombak Jogja 2010, Sabda Laut (penebit Ombak Yogyakarta, 2010), Sarifah (Diva Press Jogja 2011), dan La Galigo (Diva Press Jogja 2012).

Banyak novel yang ditulis oleh pengarang dengan berbagai permasalahan kehidupan.Tapi, penulis lebih tertarik dengan permasalahan nasionalisme dalam novel “Daun-Daun Rindu” yang ditulis oleh Dul Abdul Rahman. Dalam novel Daun-Daun Rindu ini, lebih menceritakan tentang perjuangan seorang pemuda suku Bugis yang memiliki keinginan kuat untuk menuntut ilmu. Bahkan untuk mengejar cita-citanya dia rela meninggalkan tanah kelahirannya. Di samping itu, kemiskinan bukan penghalang untuk mengejar cita-cita.Selain itu, dalam novel ini juga menceritakan tentang pelajar yang memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Terbukti pada saat Beddu disuruh memilih antara cinta dengan tanah air, dia lebih memilih untuk kembali ke kampung halamannya. Untuk contoh kutipan dapat dilihat dari novel berikut.

“Lagu itu benar-benar membuat para kerabat dan tetangga yang hadir pada malam itu merasa terharu biru, kaum perempuan tanpa terkecuali meneteskan air mata. Bahkan, seorang ibu yang anaknya jadi TKI di Malaysia kulihat paling sedih dan telah terpatri di dalam lubuk jiwaku, setiap aku berada di luar negeri dan mendengar lagu “wanuakku”, maka air mataku meleleh oleh siraman kerinduan akan Indonesia, kerinduan akan kampung halamanku, kerinduan akan Hutan Lindung Baling sebagai tempat pembaringan terakhir kekasih jiwaku, kerinduan akan segala kerinduanku” (Rahman, 2010: 20)

Dari kutipan tersebut dapat dilihat contoh nasionalisme kewarganegaraan yang ditunjukkan oleh Beddu. Kutipan tesebut menceritakan keharuan tokoh ketika mendengarkan lagu “Wanuakku” lagu daerah Bugis air matanya langsung menetes ingat akan Indonesia, ingat akan tanah kelahirannya, ingat akan hutan lindungnya, ingat akan kekasih jiwanya. Dari contoh tersebut penulis tertarik meneliti tentang nasionalisme dalam novel Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul Rahman.
Alasan dipilihnya novel Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul Rahman sebagai penelitian ini, karena di dalam novel tersebut banyak terdapat persoalan tentang nilai nasionalisme yang dimiliki Beddu Kamase, berdasarkan hal itu maka dilakukan penelitian dengan judul “Nasionalisme dalam Novel Daun-Daun Rindu Karya Dul Abdul Rahman”.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini difokuskan pada nilai nasionalisme dan bentuk nasionalisme yang terkandung dalam novel Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul Rahman.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan : (1) nilai nasionalisme dalam novel Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul Rahman (2) bentuk nasionalisme dalam novel Daun-daun Rindu karya Dul Abdul Rahman.

B. KAJIAN TEORETIS
Menurut Taylor (dalam Atmazaki, 2007: 25), novel merupakan fiksi naratif yang berbentuk prosa yang lebih panjang dan lebih komplek dari cerpen, yang mengekspresikan sesutau tentang kualitas atau pengalaman manusia.Pengalaman manusia yang terdapat dalam novel tidak jauh berbeda dari realitas yang kita alami atau kita saksikan sehari-hari.

Menurut Ahadiat (2007: 25), novel merupakan pengungkap dari fragmen kehidupan manusia (dalam jangka lebih panjang) di mana terjadi perubahan jalan hidup pelakunya.
Nasionalisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal kata nasional dan isme, yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan semangat cinta tanah air. Rasa nasionalisme juga identik dengan memiliki rasa solidaritas.

Menurut Taufik (2010: 6) nilai kebangsaan adalah dasar pertimbangan yang berharga bagi seseorang atau organisasi untuk menentukan sikap dan perilaku berupa perasaan cinta atau bangga terhadap tanah air dan bangsa berdasarkan prinsip kebersamaan, persatuan dan kesatuan, demokrasi/demokratis dengan melaksanakan dan mengembangkan sikap serta perilaku kehidupan sehari-hari, lebih lanjut Taufik mengatakan sepuluh nilai nasionalisme yaitu: (1) kerukunan yang dilandasi ke-Tuhanan Yang Maha Esa, (2) rela berkorban untuk bangsa dan Negara, (3) menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar , (4) gotong royong, (5) tolong menolong, (6) berkeadilan sosial, (7) tahan derita dan tahan uji, (8) keteladanan, (9) pewarisan, (10) ketokohan.

Terdapat enam bentuk nasionalisme berdasarkan kelompoknya yang dijelaskan oleh Wuryandani (2010: 3). Pertama, Nasionalisme kewarganegaraan (nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat", "perwakilan politik". Kedua, Nasionalisme etnisadalah sejenis nasionalisme negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Ketiga, Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis yakni negara memperoleh kebenaran politik secara semula jadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Keempat, Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme yakni negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, rasdan sebagainya. Kelima, Nasionalisme kenegaraanialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan.Keenam, Nasionalisme agamaialah sejenis nasionalisme yakni negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama.

C. METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian kualitatif. Dengan metode deskriptif, menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2010: 4) metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Sementara itu, Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2010: 4) mendefenisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam penglihatannya. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan, bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Metode deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya. Pelaksanaan metode deskriptif dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan nilai nasionalisme dalam novel Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul Rahman.

Objek penelitian ini adalah novel Daun-daun Rindu karya Dul Abdul Rahman. Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini difokuskan kepada nilai-nilai nasionalisme dan bentuk nasionalisme dalam novel Daun-daun Rindu karya Dul Abdul Rahman

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan membaca novel yang akan diteliti dan memperhatikan nilai-nilai nasinalisme dan bentuk nasionalisme dalam novel Daun-daun Rindu karya Dul Abdul Rahman.

Teknik pengumpulan data ini adalah sebagai berikut: (1) membaca novel Daun-daun Rindu karya Dul Abdul Rahman sehingga dapat memahami pesan dan isi cerita yang disampaikan dalam novel tersebut. (2) menandai objek penelitian yang ditemui dengan menggarisbawahi bentuk dan nilai nasionalisme para tokoh dalam novel “Daun-daun Rindu” karya Dul Abdul Rahman (3) mengelompokkan nilai nasionalisme yang telah ditemukan tersebut berdasarkan teori.

Data dianalisis dengan langkah sebagai berikut: (1) mendiskripsikan nilai nasionalisme dalam novel Daun-daun Rindu karya Dul Abdul Rahman (2) mendeskripsikan bantuk nasionalisme yang terkandung dalam novel Daun-daun Rindu Karya Dul Abdul Rahman (3) menginterprestasikan data (4) merumuskan kesimpulan hasil penelitian.

Teknik pengujian keabsahan data dalam penelitian ini adalah ketekunan pengamatan. Ketekunan pengamatan adalah teknik pengujian keabsahan data yang bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan dari hal-hal tersebut secara terperinci.(Moleong, 2010:329) Objek yang dimaksud adalah membaca dengan penuh pengamatan pada novel Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul Rahman, kemudian menganalisis nilai nasionalisme dan bentuk nasionalisme dari novel Daun-Daun Rindu.

D. HASIL PENELITIAN

Novel ini menceritakan tentang perjuangan seorang pemuda yang berasal dari Bugis yang memiliki keinginan kuat untuk menuntut ilmu.Bahkan demi mengejar cita-citanya dia rela meninggalkan tanah kelahirannya.Di samping itu, kemiskinan bukan penghalang untuk mengejar cita-cita.Selain itu, dalam novel ini juga menceritakan tentang pelajar yang memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi.

Setelah inventarisasi dari novel Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul Rahman ini, terdapat 40 data yang terdiri dari: nilai (1) kerukunan yang dilandasi ke-Tuhanan Yang Maha Esa sebanyak 6 data, (2) rela berkorban untuk bangsa dan Negara sebanyak 3 data, (3) menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar tidak ditemukan dalam novel, (4) gotong royong tidak ditemukan dalam novel, (5) tolong menolong sebanyak 1 data, (6) berkeadilan sosial sebanyak 10 data, (7) tahan derita dan tahan uji sebanyak 2 data, (8) keteladanan sebanyak 12 data, (9) pewarisan sebanyak 4 data, (10) ketokohan sebanyak 2 data. Disamping itu, bentuk nasionalisme yang ditemukan terdiri dari (1) nasionalisme kewarganegaraan sebanyak 19 data, (2) nasionalisme etnik sebanyak 5 data, (3) nasionalisme romantik sebanyak 2 data, (4) nasionalisme budaya sebanyak 5 data, (5) nasionalisme kenegaraan sebanyak 7 data, (6) nasionalisme agama sebanyak 2 data.

1. Nilai Nasionalisme
Dalam novel Daun-Daun Rindu Karya Dul Abdul Rahman terdapat nilai-nilai nasionalisme antara lain: kerukunan yang dilandasi ke-Tuhanan Yang Maha Esa, rela berkorban untuk bangsa dan Negara, menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, gotong royong, tolong menolong, berkeadilan sosial, tahan derita dan tahan uji, keteladanan, pewarisan, dan ketokohan.

a. Kerukunan yang Dilandasi Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
Terdapat enam data kerukunan yang dilandasi ke-Tuhanan YME yang ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu salah satu contoh data tentang kerukununan yang dilandasi ketuhanan yang maha esa ini dapat dilhat pula kutipan berikut.

“Makanya, di sini tak begitu jauh berbeda dengan Makassar karena banyak dosen UUM yang berasal dari Indonesia.Pak Musaffar mengakhiri cerita profilnya tentang Pak Usman. SDM Indonesia memang hebat, aku membatin ge-er”. (Rahman, 2010: 50)

Terlihat dari kutipan di atas bahwa kerukunan yang dilandasi ke-Tuhanan Yang Maha Esa diperlihatkan oleh rakyat atau Bangsa Malaysia terhadap dosen-dosen dari Indonesia. Walaupun berbeda negara mereka tetap menerima tenaga pendidik dari negara lain seperti dari Indonesia dan tidak membeda-bedakannya.

b. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara
Terdapat tiga data rela berkorban untuk bangsa dan negara ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu antara lain terlihat dalam kutipan berikut.

“Mendengar lagu itu, hatiku benar-benar bergetar, semangatku kian menggelegar dan tentu saja, aku kian tegar untuk bepergian jauh.Lagu itu mengingatkan aku akan keheroikan dan keberanian nenek moyang orang Bugis. Makassar pada zaman dahulu, yang pernah menjelajahi lautan dengan perahu pinisi sampai ke negeri Cina, Malaysia, Filiphina, Thailand, dan Australia aku bangga jadi orang Bugis, aku benar-benar bangga menjadi orang Indonesia, Aku bangga jadi suku Bahari, aku bangga jadi bangsa Maritim” (Rahman, 2010: 14)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa nilai yang terdapat dalam cerita tersebut adalah nilai rela berkorban untuk bangsa dan negara, karena di saat ia mendengarkan lagu daerah hatinya semakin tegar untuk bepergian jauh, meninggalkan bangsanya, negaranya, tanah kelahirannya. Demi sebuah cita-cita untuk membanggakan Indonesia nantinya. Hal ini juga dilihat dari cerita seorang nenek moyang terdahulu yang sangat berani menjelajahi lautan hingga sampai ke negeri cina dan sebagainya.

c. Tolong menolong

Terdapat satu data tolong menolong ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu antara lain terlihat dari kutipan berikut.

“Aku mengajak teman-temanku yang berasal dari Indonesia untuk tinggal bersamaku di rumah pak Musaffar.Mereka yang kupanggil adalalah Budiono, Paturusi dan tentunya Saleh, aku memilih teman-temanku tersebut dengan alasan ingin bernostalgia dengan membuat kelompok seperti aku SMA dulu. Aku memang tak bisa melupakan sosok Anton, Dayat, Umar, dan Hutbah” (Rahman, 2010: 59)

Dari kutipan ini terlihat nilai yang berupa tolong menolong yang diperlihatkan oleh sosok Beddu Kammase terhadap teman-temannya yang juga berasal dari Indonesia, ia mengajak teman-temannya antara lain Budiono, saleh dan Paturusi untuk tinggal di rumah Pak Musaffar juga, tentunya atas izin pak Musaffar juga.

d. Berkeadilan social

Terdapat sepuluh data berkeadilan sosial yang ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul Rahman, antara lain terlihat dari kutipan berikut.

“Malam itu malam terakhirku di kampung halamanku Kalobba, Sinjai. Esoknya, aku harus berangkat ke Makassar. Suatu hari kemudian adalah jadwal keberangkatanku ke Keddah Darul Aman, Malaysia, aku akan kuliah di Universitas Utara Malaysia (UUM). Laiknya orang yang akan bepergian jauh, malam itu para keluarga dan para tetangga , bahkan penduduk satu kampung berkumpul di rumahku, serupa pesta perkawinan, suasana rumahku benar-benar ramai, sebagai ritual orang kampung, aku akan dilepas sebagai pasompe. (Rahman, 2010: 5).

Dari kutipan ini dapat disimpulkan bahwa nilai berkeadilan sosial karena dilihat dari partsipasi dari orang-orang sekeliling Beddu Kamase di saat melepas Beddu yang akan berangkat ke Malaysia dan akan berkuliah di Universitas Utara Malaysia, maka untuk melepas Beddu Kamase maka diadakanlah acara pasompe di rumah Beddu. Maka masyarakat dan keluarga disekitar Beddu beramai-ramai berkumpul di rumah Beddu.

e. Tahan derita dan tahan uji

Terdapat dua data tahan derita dan tahan uji ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu antara lain terlihat dari kutipan berikut.

“di atas pesawat menuju Kuala Lumpur, ingatanku terus melayang-layang ke kampung halaman. Tentang banyaknya teman-temanku yang tak bisa kuliah atau bahkan tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP atau SMA.Penyebabnya bukan hanya faktor biaya pendidikan, tapi juga faktor mental orang tua yang menganggap jadi sarjana tak begitu penting karena banyak sarjana di kampungku yang tidak PNS. Pikiran orang di kampung waktu itu kuliah berarti akan PNS. Tapi pemikiran semacam itu berangsur-angsur hilang ketika mengetahui kalau aku berangkat ke Malaysia untuk kuliah, pemuda yang tidak sekolah atau kuliah di kampungku beramai-ramai berangkat ke Malaysia di bagian Sabah atau Sarawak, menjadi TKI. Mengingat teman-temanku yang menjadi TKI aku merasa bangga karena saat itu, aku berangkat ke Malaysia bukan sebagai TKI, melainkan sebagai mahasiswa” (Rahman, 2010: 29-30)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Beddu tahan derita dan tahan uji, karena dengan opini dan orang-orang disekitarnya semangat Beddu untuk sekolah dan kuliah di Malaysia tidak hilang, semangat Beddu semakin memunjak dan Beddu ingin menunjukkan kepada orang-orang di kampungya bahwa ia bisa kuliah dan mencapai cita-citanya, dan Beddu juga tak ingin seperti teman-temannya yang lain bahwa ke Malaysia hanya menjadi TKI.

f. Keteladanan

Terdapat tiga belas data keteladanan ditemukan dalam novel Daun-Daun Rinduantara lain terlihat dari kutipan berikut.
“cerita tentang pasompe dan pappaseng (nasihat) dari lontara memberi semangat dan wacana baru dalam hidupku dan yang paling harus aku camkan adalah aku tidak boleh mengecewakan orang-orang sekampungkan. Aku harus menjaga nama baik kampung halaman, tidak boleh berprilaku negatif yang bisa merusak citra kampung halaman di negeri orang” (Rahman, 2010: 17)

Dari kutipan di atas terlihat keteladan seorang Beddu terhadap keluarga dan kampong halamannya, ia tidak mau merusak nama baik kampung halamnnya dan tidak mau membuat malu nama baik keluarga dan kampung halamannya, ia berjanji akan selalu bersifat baik di negeri orang dan tidak akan berprilaku negative.

g. Pewarisan

Tardapat empat data pewarisan ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu antara lain terlihat dari kutipan berikut.

“aku suka perempuan yang jibabnya besar, tetapi tetap suka menonton Film India yang mengumbar pusar. Aku sangat fasih berbahasa Inggris, tapi lagu-lagu yang aku yang aku suka hanyalah lagu-lagu dangdut dan lagu-lagu Bugis, melayu. Saat teman-temanku ngefans sama Tommy Page atau Richie Ricardo, aku tetap saja ngefans pada Rhoma Irama dan Asep Irama, atau penyanyi lagu-lagu daerah Bugis-Makassar, seperti Anci Laricci dan Mety Bean”. (Rahman, 2010: 121)

Dapat dilihat bahwa data di atas merupakan nilai nasionalisme yang berupa pewarisan, di mana di sana Beddu lebih mencintai karya dan warisan dari daerah asalnya sendiri. Walaupun teman-temannya waktu itu sangat menyukai Tommy page dan artis luar negeri lainnya, tetapi Beddu tetapsuka akan musik dangdut, musik melayu yang berasal dari daerahnya sendiri yaitu Bugis dan Indonesia.

h. Ketokohan

Terdapat dua data ketokohan ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu antara lain terlihat dari kutipan berikut.

“Tapi ingat anakku, meskipun engkau telah memahami filosofi air, tetap engkau adalah orang Bugis orang Sulawesi, Orang Indonesia.Engkau adalah harapan bangsa dan negara.Engkau adalah penerus juang Kakek”. (Rahman, 2010: 8)

Kutipan di atas menunjukkan nilai dari ketokohan, di mana di sana terlihat bahwa seorang kakek Beddu menceritakan kepada Beddu bahwa ia harus tetap menjadi seorang yang dapat membahagiakan keluarganya, kampungnya dan tetap bangga menjadi orang Indonesia.

2. Bentuk-bentuk Nasionalisme
Dalam novel Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul Rahman terdapat bentuk nasionalisme antara lain nasionalisme kewarganegaraan, nasionalisme etnik, nasionalisme romantik, nasionalisme budaya, nasionalisme kenegaraan, nasionalisme agama.

a.      Nasionalisme Kewarganegaraan

Terdapat Sembilan belas data nasionalisme kewarganegaraan ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu antara lain terlihat dari kutipan berikut.

“Tapi ingat anakku, meskipun engkau telah memahami filosofi air, tetap engkau adalah orang Bugis orang Sulawesi, Orang Indonesia.Engkau adalah harapan bangsa dan Negara.Engkau adalah penerus juang kakek”. (Rahman, 2010: 8)

Dapat dilihat bahwa data di atas merupakan bentuk nasionalisme kewarganegaraan, di mana dapat dilihat dari cerita bahwa kakek berpesan agar Beddu selalu mencintai Indonesia, selalu menjaga nama baik Indonesia, menjaga nama baik keluarga, nama baik kampung halamanya dan Beddu merupakan harapan Bangsa dan Negara.

b.      Nasionalisme Etnik      

Terdapat lima data nasionalisme etnik yang ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu antara lain terlihat dari kutipan berikut.

“aku mengajak teman-temanku yang berasal dari Indonesia untuk tinggal bersamaku di rumah pak Musaffar. Mereka yang kupanggil adalalah Budiono, Paturusi dan tentunya Saleh, aku memilih teman-temanku tersebut dengan alasan ingin bernostalgia dengan membuat kelompok seperti aku SMA dulu. Aku memang tak bias melupakan sosok Anton, Dayat, Umar, dan Hutbah” (Rahman, 2010: 59)

Kutipan di atas merupakan bentuk dari nasionalisme etnik, di mana digambarkan pada ajakan kepada teman-teman Beddu yang juga berasal dari Indonesia untuk tinggal bersama Beddu di rumah pak Musaffar, dengan alasan ingin bernostalgia dengan membuat kelompok seperti ia waktu SMA dulu, karena ia tidak bisa melupakan teman-temannya yang ada di Indonesia dan ia juga tidak bisa meninggalkan teman-temannya yang berasal dari Indonesia yang ada di Malaysia, karena ia sangat menghargai Indonesia.

c.       Nasionalisme Romantik

Terdapat dua data dari nasionalisme romantik ditemukan dalam novel Daun-Daun Rinduantara lain terlihat dari kutipan berikut.

“pukul 07.15 WITA, pesawat Garuda GA 631 mulai mengudara menuju Jakarta. Semua penumpang kulihat sangat tenang bersandar pada sandaran kursi masing-masing dengan memejamkan mata.Ada juga yang terlihat komat-kamit, mungkin tengah berdoa. Tapi, aku bias menangkap bahwa mereka semua sudah terbiasa naik pesawat terbang. Cuma mataku saja yang jelalatan melihat ke jendela, menyaksikan pemandangan kota Makassar yang indah, namun lamat-lamat menghilang karena pesawat kian meninggi dan berada di atas laut Makassar. Seketika, air mataku meleleh, aku benar-benar telah meninggalkan tanah Sulawesi. Meninggalkan Makassar, meninggalkan Sinjai, meninggalkan orang-orang tercinta” (Rahman, 2010: 25-26)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa disaat Beddu Kamase menceritakan keadaan dirinya dan sekitarnya di dalam pesawat, terlihat di sana bahwa kata-kata yang diucapkan Beddu mangandung unsure kepuitisan keromantikan. Dapat dilihat dalam cerita Beddu yaitu di saat ia menyaksikan menyaksikan pemandangan kota Makassar yang indah, namun lamat-lamat menghilang karena pesawat kian meninggi dan berada di atas laut Makassar.

d.      Nasionalisme Budaya

Terdapat lima data dari nasionalisme budaya ditemukan dalam novel Daun-Daun Rinduantara lain terlihat dari kutipan berikut.

“Malam itu malam terakhir Beddu di kampung halamannya, kerena keesokan harinya ia akan berangkat ke Malaysia untuk menuntut ilmu dan berkuliah di UUM. Di saat Beddu kamase akan berkuliah di sana. Ia bertekad akan memajukan tanah airnya. Maka, untuk melepas Beddu yang akan berangkat ke malaysia diadakanlah upacara adat “pasompe” yang dilakukan di rumah Beddu, dan orang-orang di kampungnya di undang untuk ikut melakukan dan melaksanakan upacara tersebut untuk melepas Beddu” . (Rahman, 2010: 5)

Kutipan di atas merupakan data yang berupa bentuk dari nasionalisme budaya, di mana di sana terlihat bahwa Beddu menceritakan pelepasan ia yang akan berkuliah di Malaysia dengan menggunakan adat istiadat atau dengan budaya daerahnya yang dinamakan pasompe, setiap pemuda atau anak yang akan merantau maka di daerah bugis akan menggunakan adat pasompe yang artinya pelepasan.

e. Nasionalisme Kenegaraan
Terdapat enam data dari nasionalisme kenegaraan juga ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu antara lain terlihat dari kutipan berikut.

“di atas pesawat menuju Kuala Lumpur, ingatanku terus melayang-layang ke kampung halaman. Tentang banyaknya teman-temanku yang tak bisa kuliah atau bahkan tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP atau SMA.Penyebabnya bukan hanya faktor biaya pendidikan, tapi juga faktor mental orang tua yang menganggap jadi sarjana tak begitu penting karena banyak sarjana di kampungku yang tidak PNS. Pikiran orang di kampung waktu itu kuliah berarti akan PNS. Tapi pemikiran semacam itu berangsur-angsur hilang ketika mengetahui kalau aku berangkat ke Malaysia untuk kuliah, pemuda yang tidak sekolah atau kuliah di kampungku beramai-ramai berangkat ke Malaysia di bagian Sabah atau Sarawak, menjadi TKI. Mengingat teman-temanku yang menjadi TKI aku merasa bangga karena saat itu, aku berangkat ke Malaysia bukan sebagai TKI, melainkan sebagai mahasiswa” (Rahman, 2010: 29-30)

Kutipan di atas merupakan bentuk dari nasionalisme kenegaraan, karena di manapun ia berada, ia akan selalu ingat akan sesuatu yang ia cintai. Dapat dilihat da di atas yaitu di saat Beddu berada dalam pesawat menuju Kuala Lumpur, ingatannya terus saja melayang-layang ke kampung halamannya, ingatan akan teman-teman yang berada di kampung halamannya yang tidak bisa kuliah penyebabnya hanya karena faktor biaya.

f. Nasionalisme Agama
Terdapat dua data nasionalisme agama ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu antara lain terlihat dari kutipan berikut.

“Onoda berbicara berapi-api menatap kami.Tapi onoda sedikit grogi ketika menatapku, karena bagaimanapun bangsanya sudah kurang ajar menjajah Indonesia kurang lebih tiga setengah tahun. Tapi, aku menatap Onoda dengan tersenyum sambil berujar “santai sajalah friend, kami bangsa Indonesia adalah bangsa pemaaf”.(Rahman, 2010: 221)

Kutipan di atas merupakan bentuk nasionalismenya merupakan bentuk nasionalisme agama, di mana nasionalisme agama merupakan nasionalisme atau sikap yang memegang teguh atas keyakinan yang ia percayai, walaupun sudah tercampur dalam ras atau suku dan adat-istiadat apapun, maka sikap saling menghargai dan saling memaafkan tidak akan hilang. Dapat dilihat dalam dat tersebut bahwa Onoda merasa bersalah di saat Jepang menguasai Indonesia selama tiga setengah tahu, tetap Beddu membalas cerita Onoda dengan senyuman dan berujar agar Onoda bersikap biasa saja, karena Indonesia merupakan Negara pemaaf.

E. PENUTUP
1. Kesimpulan

Dari hasil analisis data penelitian mengenai nasionalisme dalam novel Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul Rahman ditemukan 40 data. Nilai-nilai nasionalisme yang ditemukan meliputi: (1) kerukunan yang dilandasi ke-Tuhanan Yang Maha Esa 6 data, seperti saling menghargai sesama manusia (2) rela berkorban untuk bangsa dan Negara 3 data, seperti mengorbankan segala sesuatu demi bangsa, tanah air dan keluarga (3) menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar tidak ditemukan dalam novel, selalu menggunakan bahasa Indonesia (4) gotong royong tidak ditemukan dalam novel, saling bahu membahu terhadap sesama (5) tolong menolong 1 data, saling membantu terhadap orang-orang di sekitar kita (6) berkeadilan sosial 10 data, peduli terhadap sesama dan selalu adil dalam suatu hal (7) tahan derita dan tahan uji 2 data, selalu tahan trhadap cobaan yang dirasakan (8) keteladanan 12 data, bersikap teladan atau patuh terhadap suatu hal (9) pewarisan 4 data, suatu yang ditinggalkan kepada bangsa dan tanah air (10) ketokohan 2 data, seperti menceritakan diri dengan sendirinya atau orang lain.

Bentuk yang ditemukan terdiri dari (1) nasionalisme kewarganegaraan 19 data, cinta terhadap bangsa dan negara (2) nasionalisme etnik 5 data, selalu menghargai budaya dan adat istiadat dalam bangsa (3) nasionalisme budaya 5 data, selalu melestarikan budaya yang dimiliki (4) nasionalisme romantik 2 data, ungkapan keindahan terhadap sesuatu (5) nasionalisme kenegaraan 7 data, ungkapan cinta terhadap tanah air (6) nasionalisme agama 2 data, selalu menjunjung tinggi agama yang dianut.

1. Ucapan Terima Kasih
Dalam menyelesaikan artikel ini banyak kendala yang penulis hadapi. Alhamdulilah semuanya dapat diselesaikan dengan baik, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikkan terima kasih kepada Bapak Dr. Hasnul Fikri, M.Pd. selaku Pembimbing I dan Ibu Dra. Hj. Syofiani, M.Pd. selaku Pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi yang sangat membantu dalam menyelesaikan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

- Ahadiat, Endut. 2007. Teori dan Apresiasi Kesusasteraan. Padang : Bung Hatta University Press.
- Aminuddin, 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang: Percetakan Sinar Baru Algensindo Offset Bandung.

- Atmazaki. 2007. IlmuSastra: TeoridanTerapan. Padang: UNP Press.

- Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

- Moleong, Lexy. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

-Taufik, Indra Nugraha. 2010. “Nilai Nasionalisme dalam Buku Elektronik Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas Rendah serta Pengembangan Silabusnya”.Thesis: Universitas Pendidikan Indonesia.

- Wellek , Rene dan Austin Warren. 1990. TeoriKesusasteraan. (Terj. Melan Ni Budianta) Jakarta: Gramedia.

- Wuryandani, Wuri. 2010. “Integritas Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Pembelajaran Untuk Menanamkan Nasionalisme di Sekolah Dasar”. Makalah. Yogjakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

- Rahman, Dul Abdul, 2010. Daun-daun Rindu. Yogyakarta : DIVA Press.


Sumber Tulisan: E-book Universitas Bung Hatta Padang