TERBUNUHNYA SANG NABI
Sebuah
kampung kecil bernama Sumpang Ale yang terletak di kaki gunung Bawakaraeng dilanda
paceklik berkepanjangan. Sudah dua tahun, warga tidak tidak bisa lagi memanen
padi mereka, tanaman padi mereka diserang hama misterius. Sebagian warga
Sumpang Ale percaya bahwa kampung mereka dikutuk oleh penjaga gunung
Bawakaraeng dan gunung Lompobattang, karena mereka tidak lagi menjaga alam dan
lingkungan mereka. Mereka seenaknya menebang pepohonan yang sesungguhnya
menjadi tempat tinggal para makhluk halus penjaga kedua gunung kembar tersebut.
Sebagian warga yang lain percaya bahwa kampung mereka mendapat kutukan karena
imam kampung Sumpang Ale bersikap tidak jujur dan adil.
Di
tengah kegalauan dan kekalutan hati warga, tiba-tiba kampung Sumpang Ale
digemparkan oleh peristiwa aneh. Seorang petani yang bisu dan tuli bernama
Jamalang Kundung hidup kembali setelah empat malam menghuni kubur. Dan yang
paling menggemparkan warga, setelah bangkit dari kuburnya, Jamalang Kundung
bisa berbicara. Hanya saja suaranya mirip suara perempuan, pun gayanya mirip
perempuan.
Sebagian
besar warga Sumpang Ale percaya bahwa Jamalang Kundung adalah seorang bissu
(pemimpin ritual dalam kepercayaan Bugis Kuno). Ia sengaja diutus oleh penguasa
gunung Bawakaraeng dan Lompobattang untuk menyelamatkan kampung Sumpang Ale
dari paceklik.
Imam
Kampung, Puang Mattuang, yang juga saudara kandung dari kepala Kampung bernama
Puang Semmang, merasa mendapat saingan dengan kemunculan Jamalang Kundung.
Puang Semmang pun berusaha melenyapkan Jamalang Kundung. Tetapi sebelum
melenyapkan Jamalang Kundung, ia juga berusaha mendapatkan ilmu kesaktian
dengan bersemedi di bekas kuburan Jamalang Kundung. Tetapi rupanya, selain
berusaha mendapatkan ilmu kesaktian, Puang Mattuang juga mengejar cinta seorang
janda muda bernama Beccekong.
Jamalang
Kundung akhirnya mempunyai dua pengikut bernama Mappiasse dan Mappabenteng.
Kedua murid tersebut mendapat pengajaran dari Jamalang Kundung yang ia sebut
sebagai ajaran kebenaran. Lewat mimpi-mimpinya, Jamalang Kundung mengajarkan
bahwa kebenaran itu bukan di luar tetapi di dalam hati. Bahkan Jamalang Kundung
berpendapat bila ada orang pergi berhaji di Tanah Suci Mekkah tetapi di kampung
orang tersebut masih ada orang kelaparan maka ibadah haji orang tersebut tidak
sah, malah ia dianggap berdosa.
Puang
Mattuang dan sebagian besar warga Sumpang Ale menganggap bahwa Jamalang Kundung
adalah seorang nabi palsu yang mengajarkan ajaran sesat. Puang Mattuang dengan
didukung tetua kampung dan warga berusaha melenyapkan Jamalang Kundung. Pada
suatu malam, mereka membakar rumah Jamalang Kundung. Tetapi Jamalang Kundung
berhasil diselamatkan oleh kedua muridnya dan sekelompok waria yang diam-diam
menjadi murid Jamalang Kundung. Ia pun dibawa dan disembunyikan di puncak
gunung Bawakaraeng.
Meski
Jamalang Kundung sudah terusir dari Sumpang Ale, tetapi rupanya ajaran
kebenaran Jamalang Kundung masih berakar di kampung tersebut. Bahkan semakin
banyak warga lebih percaya terhadap ajaran kebenaran Jamalang Kundung daripada
mengikuti ajaran agama yang didakwahkan oleh Puang Mattuang.
Tak
lama setelah Jamalang Kundung terusir dari Sumpang ale, kampung tersebut
mendapat pengaruh dan menjadi basis perjuangan DII/TII (Darul Islam Indonesia/
Tentara Islam Indonesia) dibawah pimpinan Kahar Mudzakkar yang merupakan
afiliasi dari DII/TII Jawa Barat pimpinan Kartosuwiryo. Para pengikut aliran
kebenaran Jamalang Kundung termasuk para waria pun dibunuh dengan sadis oleh
pasukan DII/TII rayon Sumpang Ale pimpinan Puang Mattuang. Bahkan Puang
Mattuang juga berhasil membunuh Jamalang Kundung dan pengikut-pengikutnya di
atas gunung Bawakaraeng.
Penulis: Dul Abdul Rahman
Penerbit: Kakilangit Kencana Jakarta
Cet.1 : Maret 2017
dimana bisa didapat novelnya??
BalasHapus